Oleh Niko Arise (calon peserta UN)

Siapa yang tidak tahu tentang UAN / UN ?. hampir semua kalangan, baik dari unsur pendidikan maupun non pendidikan mengetahui mengenai hal yang 2 tahun terakhir hangat dibicarakan pada beberapa media masa.
UN (Ujian Nasional) merupakan ajang penentuan nasib para siswa, terutama siswa SMA. Usaha dan perjuangan selama 3 tahun dipertaruhkan. Kelulusan siswa menentukan arah dan tujuan masa depan yang akan dihadapi. Boleh dikatakan UN adalah tiket pribadi yang akan datang.
Siswa dihadapkan atas ujian yang berat. Otak dan mental harus berkerja ekstra keras. Seseorang yang akan mengikuti kualifikasi ini harus mengisi amunisi sepenuh-penuhnya. Untuk itu diperlukan persiapan yang matang. Strategi, ilmu, kemampuan dan fisik harus siap tempur, karena semua hal tersebut berpengaruh terhadap kesiapan mengikuti UN. Walaupun kita siap secara materi pembelajaran, mental dan kesehatan juga dibutuhkan untuk mengikuti UN.
Persiapan dalam mengahadapi UN bukan berarti segala hal dihalakan. Kecurangan dalam UN tidak akan memberikan kontribusi besar, tetapi akan berefek negative terhadap diri sendiri. Hal ini disebabkan karena setelah UN akan diadakan SPMB, yang merupakan UN kedua.
Bagaimanakah pemerintah berperan dalam hal ini ? pemerintah bersama Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan berbagai kebijakan mengenai hal ini. Mulai dari menetapkan standar kelulusan yang dari tahun ke tahun meningkat, sampai ke standarisasi peralatan UN dengan kertas ABO dan pensil 2B. dalam hal ini, kita harus memandang efektivitas kebijakan–kebijakan tersebut.
Memandang suatu masalah tidak boleh hanya dari satu sisi. Hal itu juga berlaku disini. Berbagai kontroversial melanda masalah nasional tersebut. Akhir tahun pelajaran 2006/2007 indonesia dikejutkan dengan protes orang tua dan siswa tentang standar kelulusan yang tidak efektif. Bahkan yang lebih mengherankan salah seorang siswa yang menjadi pemenang olimpiade sains tingkat SMA tidak lulus UN.
Sedangkan pihak lain berpendapat bahwa standar kelulusan dengan 3 mata pelajaran merugikan siswa. Mereka berprinsip bahwa 3 mata pelajaran yang diujikan itu tidak bias menjadi standar karena belum tentu semua siswa ahli di bidang tersebut. Akibatnya mereka yang berkemampuan sedang namun menonjol di pelajaran lain bias terancam tidakj lulus. Ada yang berpendapat bahwa nilai yang diperjuangkan selama tiga tahun ,enjadi sia-sia hanya dalam 3 hari. Nada-nada sinis lainnya juga menghantui departemen pendidikan dan pemerintah.
Dari sekian banyak kebijakan mengenai UN, kita tidak perlu ambil pusing. Sejak kelas 1 SMA, siswa harus mempersiapkan diri secara matang. Selain itu juga dibutuhkan partisipasi orang tua, guru dan masyarakat untuk memberi dukungan kepada para peserta UN. Keberhasilan mereka adalah generai muda sebagai pilar-pilar bangsa.

0 komentar: