PERAN vitamin A bagi kesehatan mata sudah bukan rahasia lagi. Namun, ternyata vitamin A masih menyimpan banyak kegunaan. Salah satunya, menurunkan angka kematian dan angka kesakitan. Selain itu?

SUMBER VITAMIN A
Seperti vitamin lainnya, vitamin A bisa diperoleh dari mana saja. Menurut Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, ahli gizi dari IPB, sumber termudah yang bisa diperoleh adalah dari sayuran berwarna hijau tua.

“Ini karena di dalamnya banyak mengandung provitamin A (betakaroten),” ungkap guru besar IPB ini. Tubuh akan mengubah pro-vitamin A menjadi vitamin A. “Satu molekul betakaroten dapat diubah menjadi dua molekul vitamin A.” Betakaroten banyak terdapat pada bayam, wortel, ubi jalar dan buah-buahan berwarna kuning jingga.

Adapun sumber lain yang berasal dari hewan sering disebut preformed vitamin A. Bentuk preformed vitamin A antara lain hati, ginjal, mentega, margarin yang difortifikasi (penambahan zat tertentu pada makanan misal vitamin A), kuning telur, susu, dan keju.

BUKAN CUMA UNTUK MATA
Vitamin A sangat erat kaitannya dengan mata, ini pasti sudah banyak yang tahu. “Ya, vitamin A sangat penting untuk membantu integritas retina mata.” Kekurangan vitamin A akan menyebabkan mata tidak dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan cahaya yang masuk ke dalam retina. Sebagai konsekuensi awal, terjadilah buta senja, yaitu mata sulit melihat di kala senja.

Guna lain vitamin A adalah membantu pertumbuhan dan perkembangan kerangka dan jaringan tubuh. “Sebab vitamin A membantu sintesis protein tubuh dan diferensiasi sel-sel tulang (memperbaiki proses pembuatan tulang),” tegas Ali.Vitamin A juga berfungsi sebagai vitamin anti-infeksi, karena dapat mempertahankan integritas membran mucous (supaya sel-sel di dalam tubuh khususnya mata tidak mudah rapuh).

Karena itu, kekurangan vitamin A juga bisa menyebabkan meningkatnya kerentanan tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus. Dengan kata lain, tanpa vitamin A, sistem pertahanan tubuh akan hilang, sehingga tubuh akan mudah terserang penyakit.

MASIH KURANG
Saat ini, secara klinis, Indonesia dinyatakan sudah bebas dari masalah vitamin A. “Sedangkan dari sisi konsumsi vitamin A, kita masih dianggap kurang,” kata Ali. Karenanya, pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi di posyandu-posyandu merupakan salah satu cara efektif untuk mencegah kekurangan vitamin A pada anak-anak.

Memang, anak-anak khususnya bayi dan balita merupakan pondasi dari lingkup yang luas, yaitu penduduk. “Padahal, kita punya masalah dengan anak-anak, karena seringkali mereka tidak mau makan sayuran, sehingga rentan terhadap kekurangan vitamin A,” keluh Ali. Untuk menangani hal tersebut, orang tua bisa memberikan vitamin A hewani. “Perlu diketahui, konsumsi sayuran memberikan manfaat vitamin A sepertiga dibandingkan konsumsi pangan hewani,” jelas Ali.

Saran Ali, jangan ragu-ragu memasak sumber vitamin A. “Vitamin A ataupun betakaroten termasuk vitamin yang relatif tahan panas, tidak seperti vitamin C atau B. Karena itu, sekalipun dimasak, kandungan vitamin A-nya tetap tinggi,” himbau Ali.

Sumber : http://kompas.com/

Padang (ANTARA News) - Kain tenun tradisional Songket Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), disebut sebagai salah satu tenun terbaik di dunia, namun sudah sangat langka dan ada tersimpang di Museum Tekstil di California, Amerika Serikat, Belanda dan para kolektor.

Pernyataan itu, disampaikan peneliti sekaligus kolektor kain tenun tradisional dunia asal Swiss Ben Hard, kata Direktur Biro Perjalanan Wisata “Sumatera and Beyond”, Ridwan Tulus kepada ANTARA di Padang, Minggu.

Hal itu disampaikannya, saat mendampingi 15 wisatawan juga kolektor kain tenun tradisional dunia dari Amerika Serikat (AS) ke Canduang, Agam, untuk mengunjungi daerah asal songket Canduang.

Ke-15 kolektor AS itu datang ke Sumbar untuk mengunjungi lokasi pembuatan tenun tradisional Minangkabau dalam paket wisata “10 days from west to north textile tour Sumatra” digelar “Sumatra and Beyond”, 27 Agustus hingga 5 September 2008 di Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

Ia mengatakan, informasi dari salah seorang kolektor AS itu, yakni Mary Conners asal California menyebutkan di museum tekstil dunia di California tersimpan songket Canduang, sehingga dirinya dan 14 kolektor lainnya tertarik mengunjungi Canduang.

Menurut para kolektor itu, tambahnya, songket Canduang sudah sangat langka dan termasuk yang terbaik di dunia, karena memeliki motif bercerita dan sangat sulit dalam pembuatannya.

Atas informasi ini, kata Ridwan, Sumatra and Beyond optimis paket wisata “10 days from west to north textile tour Sumatra” akan sangat menarik bagi kolektor dunia untuk mengunjungi Sumbar.

“Ini potensi wisata luar biasa yang selama ini belum tergarap dan calon wisatawannya cukup banyak, terutama dari AS dan Eropa berupa para kolektor yang merupakan kalangan ekonomi papan atas,” tambahnya.

Sumber : http://antara.co.id/

Mulai ”Tergusur” Perkembangan Zaman
Menyigi Masjid-masjid Bersejarah yang Hampir ”Terlupakan”

Keberadaan Masjid tidak bisa dilepaskan dari perkembangan Islam di Minangkabau. Sebab sebagai salah satu tempat ibadah, masjid merupakan bangunan suci yang mesti ada pada suatu daerah ataupun perkampungan yang berpenduduk muslim.

Sampai saat ini, jumlah masjid yang tercatat di Departemen Agama Provinsi Sumbar, sekitar 5.682 unit. Dari jumlah itu, cukup banyak masjid-masjid bersejarah, bahkan berumur ratusan tahun, yang nyaris terlupakan. Karena di samping gencarnya pembangunan masjid-masjid baru, kurangnya perawatan dan renovasi, membuat “surau-surau” tua itu tenggelam dimakan usia.

Padahal dulu, selain sebagai tempat ibadah, masjid juga merupakan tempat belajar. Tak jarang, para alim ulama, cerdik pandai, dan tokoh-tokoh besar negeri ini lahir dididik di masjid. Mulai dari belajar tentang agama, adat istiadat, ilmu beladiri silat, tempat musyawarah, serta banyak kegunaan positif lainnya.

Jadi saat itu, masjid tidak saja diramaikan golongan tua-tua saja, tetapi merupakan tempat berkumpul anak-anak muda. Bahkan para lelaki Minangkabau juga memiliki pantangan tidur di rumah setelah mulai baligh. Rumah hanya di tempati pada siang hari, setelah sekolah dan menolong orangtua, biasanya “bujang-bujang” Minangkabau melanjutkan aktivitasnya di masjid.

Sesuai dengan falasafah yang dipegang teguh masyarakat “Adat Basandi Sara’ Sara’ Basandi Kitabbullah’, maka tak urung lagi, bahwa sejak dulu penduduk Minangkabau dikenal sebagai orang yang taat beragama dan teguh memegang adat. Namun kalau nostalgia itu dibawa pada kondisi sekarang, sepertinya tinggal sedikit yang tersisa.

Akan sangat jarang sekali, ditemukan anak muda yang tidur di surau, mempelajari agama, menghidupkan masjid dengan kegiatan-kegiatan yang positif. Atau sedikit sekali terlihat orangtua yang menyuruh anak-anaknya menjadi remaja masjid, yang selalu ke masjid untuk beribadah dan belajar. Tetapi tidak akan sulit menemukan mereka di tempat-tempat hiburan, plaza-plaza, supermarket, serta pusat-pusat keramaian lainnya.

Apakah masjid di Sumbar ini sudah mulai “lapuk”, tergerus seiring perkembangan zaman? Lapuk, di sini tentu mempunyai pengertian yang cukup luas, tidak saja lapuk pada tatanan fisik, tapi juga “lapuk” dalam aspek nonfisik. Dan yang cukup memilukan adalah masjid-masjid yang lapuk, kedua-duanya, fisik dan non fisik.

Dari penelusuran Padang Ekspres, bersama Padang TV pada beberapa daerah di Sumbar, ternyata cukup banyak ditemukan kondisi masjid yang kurang mendapat perhatian. Seperti Masjid Syech Daud, yang terletak di Nagari Malampah Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman Barat. Masjid yang mempunyai nilai sejarah cukup tinggi ini, nyaris terlupakan keberadaannya. Padahal, masjid yang didirikan pada tahun 1890, mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan ajaran Islam di daerah tigo nagari.

Nama Syech Daud sendiri, diambil dari nama pendiri masjid, yaitu seorang ulama besar Sumbar, yang berasal dari Nagari Malampah. Ada hal cukup unik terlihat, saat masuk ke dalam masjid yang terdiri dari 10 buah tiang, 6 jendela. Dimana akan ditemukan bendera merah putih terpasang di sekeliling dinding masjid. Menurut cerita masyarakat sekitar, bendera tersebut dijahid murid-murid Syech Daud. Namun sayangnya sampai kini tidak ada masyarakat yang mengerti makna pemasangan kain merah putih itu.

Menurut Abdullah Hukum, ulama pada daerah Durian Gunjo, bendera itu sudah terpasang sejah tahun 1926. Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia di proklamirkan, bahkan dua tahun sebelum pelaksanaan kongres pemuda pertama tahun 1928. “Kain merah putih itu di pasang dua lapis. Bahagian luarnya memang sudah agak kusam, tetapi yang di dalam masih bewarna terang. Namun sayang kami tidak mengetahui makna dari pemasagan kain yang menyerupai bendera merah putih,” katanya.

Masjid yang telah berumur lebih dari satu abad ini kendatipun masih terlihat kokoh, namun dinding dan tiang-tiangnya sudah mulai lapuk dimakan usia. Sedangkan masyarakat dengan swadaya sendiri hanya mampu memelihara seadanya. Sampai sekarang aktivitas keagamaan pada masjid satu-satunya di Jorong Siparayo, Durian Gunjo tetap berlanjut. Seperti untuk shalat Jumat, wirid, pengajian, tadarus, ataupun untuk shalat tarwih.

“Agar masjid ini senantiasa terawat dan terjaga, kami sangat mengharapkan uluran dari semua pihak. Sehingga keaslian dan nilai sejarah yang dimiliki masjid ini tidak tenggelam seiring dengan waktu,” ucap Wali Nagari Malampah, Asri Nur yang waktu itu ikut menemani.

Selain di Pasaman, pada Nagari Candung, Kecamatan Agam juga terdapat sebuah masjid kuno, yang masih bisa dinikmati sampai saat ini, yakni Masjid Bingkudu. Menurut cerita masyarakat sekitar, masjid ini dibangun pada tahun 1813 yang diprakarsai oleh tokoh-tokoh tujuh nagari. Ketujuh nagari itu adalah Canduang, Koto Lawas, Lasi Mudo, Pasanehan, bukit batabuah, Lasi Tuo.

Masyarakat secara bersama-sama membangun masjid seluas 21 x 21 M dengan tinggi 37,5 meter ini. Menariknya hampir semua material yang pergunakan untuk membuat tempat beribadah ini berasal dari kayu, baik lantai, dinding, maupun tiang-tiangnya. Sedangkan atapnya yang berundak tiga, terbuat dari susunan ijuk.

Bangunan ini saat didirrikan memakai sistem pasak. Artinya tidak satupun dari komponen penyusun masjid ini yang dilekatkan satu sama lain dengan menggunakan paku. Lampu-lampu minyak yang yang terpajang pada setiap sudut masjid rata-rata juga sudah menjadi barang antik, karena telah berumur ratusan tahun.

Pekarangan di sekitar masjid cukup indah. Tiga kolam ikan, serta satu kolam besar untuk berwudhuk membuat kesan masjid yang cukup jauh dari pemukiman penduduk itu semakin alami. Dulunya air untuk berwudhuk dialirkan dengan bambu sepanjang 175 meter dari kelurahan. Namun sekarang untuk memperlancar aliran air, salurannya diganti dengan pipa besi.

Selain itu, pada pekarangan masjid juga terdapat sebuah menara denga ketinggian 30 meter. Seperti kebanyakan masjid yang ada, menara ini digunakan untuk mengumandangkan azan, terutama saat belum ada pengeras suara. Sementara di halaman masjid terdapat makam Syech Ahmad Thaher, pendiri sekolah pendidikan Islam yang lebih dikenal dengan MUS (Madrasah Ulumi Syriah). Ia meninggal sekitar 13 Juli 1960.

Pada tahun 1957, atap masjid yang terbuat dari ijuk, diganti masyarakat dengan seng. Itu dilakukan karena ijuk yang yang mengatapai ruangan masjid dari hujan dan panas telah lapuk. Dua tahun kemudian dilakukan renovasi dan pemugaran terhadap bangunan masjid yang lainnya.

Menurut Kepala KUA Candung, Ramza Husmen yang ikut langsung meninjau Masjid Bingkudu mengatakan pada tahun 1999, masjid ini diserahkan kepada Pemkab Agam, dan ditetapkan sebagai salah satu bangun cagar budaya di Agam. Dua tahun setelah itu, masjid mengalami pemugaran secara keseluruhan. “Atapnya yang dulu seng dikembalikan ke ijuk. Kemudian bagian-bagian yang lapuk diganti dan serta dicat lagi sebagaimana aslinya,” kata Ramza.

Aktivitas keagamaan tetap berlangsung di tempat ini. Baik untuk shalat berjamaah setiap hari, shalat Jumat, serta ibadah lainnya. Apalagi saat bulan Ramadhan kali ini, intensitas kunjungan masyarakat terhadap masjid sangat tinggi. Hanya saja seperti yang diingikan warga, perhatian pemerintah berlangsung secara kontiniu.

Seperti sekarang beberapa bagian dari bangunan pasca direnovasi tahun 1992, juga haru mendapat pembenahan lagi. “Warga juga telah melakukan perbaikan, tetapi memang semampunya. Kami ingin masjid ini bisa dinikmati sampai kapanpun sebagai tempat beribadah,” pungkas Ramza.

Di Kota Padang, selain Masjid Raya Gantiang juga terdapat masjid kuno lainnya yang didirikan sekitar tahun 1750 M. Masjid yang berada di sekitar kawasan Batang Arau itu bernama Masjid Nurul Huda. Batang Harau sejak ratusan tahun lalu memang telah berkembang sejak ratusan tahun lalu. Sampai saat ini pun kita masih bisa melihat deretan bangunan-bangunan kuno yang berjejer sepanjang sisinya.

Masjid ini sepertinya hampir luput dari perhatian warga Kota Padang. Setelah ratusan tahun berada di hiliran Batang Arau, memberikan pengajian pada warga sekitar, namun sampai sekarang belum masuk dalam salah satu cagar budaya, di Kota Padang.

Ini mungkin terjadi, karena bangunannya sudah tidak asli lagi. Memang, sejak tahun 1960-an bangunan asli Masjid Nurul Huda yang berbahan kayu diganti dengan semen. Sama seperti fungsi masjid pada zaman dulu, selain tempat beribadah, juga sebagain tempat menimba ilmu.

Cukup banyak imam-imam langsung mengajarkan agama kepada di masjid ini, terakhir adalah Imam Abdul Wahab. Hingga akhir hayatnya pada tahun 1940, imam yang lahir tahun 1880 ini mengabdikan dirinya untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat, terutama tentang masalah ketauhidan.

Usman rajo Lelo (80), salah seorang anak didik Imam Abdul wahab yang masih hidup saat ini, mengaku masih mengingat jelas cara mengajar yang diterapkan Imam Abdul Wahab. “Kami belajar mengaji setiap selesai Shalat Magrib hingga selesai waktu shalat Isya. Cara imam mengajar kami sangat khas. Setiap ayat-ayat Alquran dilantunkan dengan irama yang menawan. Sehingga anak-anak yang belajar saat itu sangat menyenangi pelajaran mengaji. Setelah mengaji para anak laki-laki belajar silat hingga tengah malam,” terang Usman.

Dengan jumlah masjid di Sumbar yang mencapai 4.682 unit, masjid-masjid kuno yang mempunyai nilai penting baik dari segi sejarah dan pengembangan Islam, tentu tidaklah seberapa. Namun kesadaran semua pihak untuk melestarikan dan memberdayakan masjid yang ada adalah keharusan.

Di sisi lain, kembali ke masjid harus diarifi semua tidak saja dengan ucapan tetapi juga perbuatan. Yakni menjadikan masjid sebagai tempat belajar dan sumber ilmu. Pengembangan perpustakaan masjid, pendirian pusat-pusat kajian Islam, mengharuskan setiap masjid memiliki TPA dan TPSA, merupakan hal yang harus dilakukan. Kalau tidak, masjid tentunya akan “lapuk” tidak saja ditelan waktu, tetapi juga ditelan perkembangan zaman.

Sumber : http://candaung.wordpress.com/

Setiap menjelang perayaan hari-hari besar keagamaan, saat kebutuhan akan daging meningkat tajam, masyarakat sering “dicekoki” berbagai berita mengenai peredaran daging gelonggongan.

Daging gelonggongan adalah daging yang didapat dari hewan yang sebelum disembelih terlebih dahulu diminumi air secara berlebihan. Bahkan, tak jarang hewan bersangkutan pingsan karena kelebihan minum, baru dipotong.

Tujuan dari pemberian minum berlebih itu adalah untuk mendapatkan timbangan lebih berat sehingga harga jual yang diperoleh secara curang ini lebih mahal.

Meski berita tentang daging gelonggongan itu sering muncul di media, banyak konsumen, terutama ibu rumah tangga, yang belum paham ciri-ciri daging gelonggongan ketika berbelanja di pasar. Berikut adalah sejumlah ciri daging gelonggongan yang disampaikan para pedagang maupun Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta:

- warnanya pucat (daging yang masih baik berwarna merah terang dan lemaknya berwarna kekuningan)

- kandungan air sangat tinggi/lebih berair/lembek

- kondisinya agak rapuh sehingga tidak bisa dijadikan sejumlah produk olahan, seperti bakso

- biasanya harganya lebih murah

Sumber : http://kompas.com/

Jam Gadang: Ikon pariwisata Sumbar Jam Gadang di Bukittinggi dibangun

pada tahun 1926 dengan arsitek Yazin dan Sutan Gigi Ameh. Jam Gadang

ini memiliki keunikan pada penulisan angka Romawi IIII).

Inggris tidak dapat menepuk dada begitu saja sebagai negara dengan

ikon jam raksasa. Indonesia juga harus unjuk gigi, terutama Sumbar,

karena jika di British sana ada jam yang diberi nama Big Ben, maka di

Bukittinggi juga ada Jam Gadang.

Jam yang dibangun pada 1926 ini, diarsiteki Yazin dan Sutan Gigi Ameh

ini berdiri megah di pusat Bukittinggi sebagai ikon Sumbar.Ingat

pameo, “belum ke Sumbar jika belum ke Bukittinggi”. Barangkali

ungkapan tersebut sedikit sama dengan “belum ke Yogyakarta kalau belum

ke Malioboro”. Apabila ke Yogyakarta identik dengan Malioboro, maka ke

Bukittinggi tentu sangat identik pula dengan ke Jam Gadangnya.

Sepintas, mungkin tidak ada keanehan pada bangunan jam setinggi 26

meter tersebut. Apalagi jika diperhatikan bentuknya, karena Jam Gadang

hanya berwujud bulat dengan diameter 80 sentimeter, di topang basement

dasar seukuran 13 x 4 meter, ibarat sebuah tugu atau monumen. Oleh

karena ukuran jam yang lain dari kebiasaan ini, maka sangat cocok

dengan sebutan Jam Gadang yang berarti jam besar.

Bahkan tidak ada hal yang aneh ketika melihat angka Romawi di Jam

Gadang. Tapi coba lebih teliti lagi pada angka Romawi keempat.

Terlihat ada sesuatu yang tampaknya menyimpang dari pakem. Mestinya,

menulis angka Romawi empat dengan simbol IV. Tapi di Jam Gadang malah

dibuat menjadi angka satu yang berjajar empat buah (IIII). Penulisan

yang diluar patron angka romawi tersebut hingga saat ini masih

diliputi misteri. Tapi uniknya, keganjilan pada penulisan angka

tersebut malah membuat Jam Gadang menjadi lebih “menantang” dan

menggugah tanda tanya setiap orang yang (kebetulan) mengetahuinya dan

memperhatikannya. Bahkan uniknya lagi, kadang muncul pertanyaan apakah

ini sebuah patron lama dan kuno atau kesalahan serta atau atau yang

lainnya.

Dari beragam informasi ditengah masyarakat, angka empat aneh tersebut

ada yang mengartikan sebagai penunjuk jumlah korban yang menjadi

tumbal ketika pembangunan. Atau ada pula yang mengartikan, empat orang

tukang pekerja bangunan pembuatan Jam Gadang meninggal setelah jam

tersebut selesai. Masuk akal juga, karena jam tersebut diantaranya

dibuat dari bahan semen putih dicampur putih telur. Jika dikaji

apabila terdapat kesalahan membuat angka IV, tentu masih ada

kemungkinan dari deretan daftar misteri. Tapi setidaknya hal ini

tampaknya perlu dikesampingkan. Sebagai jam hadiah dari Ratu Belanda

kepada controleur (sekretaris kota), dan dibuat ahli jam negeri Paman

Sam Amerika, kemungkinan kekeliruan sangat kecil.

Tapi biarkan saja misteri tersebut dengan berbagai kerahasiaannya.

Namun yang patut diketahui lagi, mesin Jam Gadang diyakini juga hanya

ada dua di dunia. Kembarannya tentu saja yang saat ini terpasang di

Big Ben, Inggris. Mesin yang bekerja secara manual tersebut oleh

pembuatnya, Forman (seorang bangsawan terkenal) diberi nama Brixlion.

Sekarang balik lagi ke angka Romawi empat, apakah pembuatan angka

empat yang aneh itu disengaja oleh pembuatnya, juga tidak ada yang

tahu. Tapi yang juga patut dicatat, bahwa Jam Gadang ini peletakan

batu pertamanya dilakukan oleh seorang anak berusia enam tahun, putra

pertama Rook Maker yang menjabat controleur Belanda di Bukittinggi

ketika itu.

Ketika masih dalam masa penjajahan Belanda, bagian puncak Jam Gadang

terpasang dengan megahnya patung seekor ayam jantan. Namun saat

Belanda kalah dan terjadi pergantian kolonialis di Indonesia kepada

Jepang, bagian atas tersebut diganti dengan bentuk klenteng. Lebih

jauh lagi ketika masa kemerdekaan, bagian atas klenteng diturunkan

diganti gaya atap bagonjong rumah adat Minangkabau. Di tengah usia

yang ke 81 tahun, jam yang dibangun dengan biaya 3.000 gulden (saat

itu), saat ini masih berdiri kokoh sebagai ikon pariwisata Sumbar.

KARENA ingin menjadikan seolah kandungan proteinnya tinggi, produk susu di China dicampuri melamin. Tidak tanggung-tanggung, sekurangnya empat bayi meninggal dunia dan sampai hari ini sudah lebih dari 13.000 bayi harus dirawat.

Sebenarnya kasus yang mirip pernah terjadi secara luas tahun lalu akibat pengoplosan melamin ke dalam makanan hewan dari China. Akibatnya, ratusan anjing dan kucing mati serta ribuan lainnya menderita gagal ginjal.

Apakah melamin itu? Samakah dengan melamin yang dipakai untuk peralatan makan kita? Apakah bahayanya? Pelajaran apa yang dapat ditarik dari kasus ini? Tulisan singkat berikut akan mencoba memberikan jawaban atas hal-hal itu.

Beda dengan perkakas

Melamin yang dipermasalahkan adalah senyawa organik bersifat basa dengan rumus C3H6N6, kandungan nitrogennya sampai 66 persen, biasa didapat sebagai kristal putih. Melamin biasanya digunakan untuk membuat plastik, lem, dan pupuk.

Plastik dari melamin, karena sifat tahan panasnya, digunakan luas untuk perkakas dapur. Jadi, melamin yang kini diributkan berbeda dengan melamin plastik perkakas. Melamin yang diributkan ini adalah bahan dasar plastik melamin.

Berdasarkan informasi di situs WHO, pencampuran melamin pada susu berawal dari tindakan pengoplosan susu dengan air. Akibat pengenceran ini, kandungan protein susu turun. Karena pabrik berbahan baku susu biasanya mengecek kandungan protein melalui penentuan kandungan nitrogen, penambahan melamin dimaksudkan untuk mengelabui pengecekan agar susu encer tadi dikategorikan normal kandungan proteinnya.

Data keamanan melamin

Penambahan melamin ke makanan tidak diperbolehkan oleh otoritas pengawas makanan negara mana pun. Walaupun seperti diberitakan Kompas, studi tentang efek konsumsi melamin pada manusia belum ada, hasil ekstrapolasi dari studi pada hewan dapat digunakan untuk memperkirakan efek pada manusia.

Hal itu telah tampak bila melamin bergabung dengan asam sianurat (yang biasa juga terdapat sebagai pengotor melamin) akan terbentuk kristal yang dapat menjadi batu ginjal. Batu ginjal ini telah tampak pada hewan-hewan korban kasus pengoplosan melamin tahun lalu. Batu ginjal inilah yang dapat menyumbat saluran kecil di ginjal yang kemudian dapat menghentikan produksi urine, gagal ginjal, bahkan kematian.

Telah diketahui juga bahwa melamin bersifat karsinogen pada hewan. Gejala yang diamati akibat kontaminasi melamin terdapat pada darah di urine, produksi urine yang sedikit, atau sama sekali tidak dihasilkan, tanda-tanda infeksi ginjal, dan tekanan darah tinggi.

Melamin memang tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh. Data keselamatan menyatakan, senyawa ini memiliki toksisitas akut rendah LD50 di tikus, yaitu 3.161 mg per kg berat badan. Pada studi dengan menggunakan hewan memang dikonfirmasi, asupan melamin murni yang tinggi mengakibatkan inflamasi kandung kemih dan pembentukan batu kandung kemih.

Food and Drugs Administration (Badan Makanan dan Obat) Amerika Serikat menyatakan, asupan harian yang dapat ditoleransi (tolerable daily intake/TDI) melamin adalah 0,63 mg per kg berat badan. Pada masyarakat Eropa, otoritas pengawas makanannya mengeset standar yang lebih rendah, yaitu 0,5 mg per kg berat badan.

Seberapa parah kontaminasi yang terjadi? Dari inspeksi yang dilakukan di China, dari 491 batch (kelompok) yang dites, 69 di antaranya positif mengandung melamin, berkisar dari 0,09 mg per kg susu sampai 619 mg per kg susu. Bahkan ada yang mencapai 2.563 mg per kg.

Dengan konsumsi susu formula per kg berat badan bayi sekitar 140 g sehari, kalau bayi mengonsumsi susu yang terkontaminasi akan menerima asupan melamin 0,013-86,7 mg per kg berat badannya. Bahkan, kalau mengonsumsi susu yang terkontaminasi 2.563 mg melamin per kg susu, dapat mencapai asupan 358,8 mg per kg berat badannya. Jauh melampaui batas toleransinya!

Pelajaran

Kasus ini memberi kita berbagai pelajaran. Pertama, analisis protein dalam makanan dengan metode penentuan nitrogen dalam kasus ini ternyata dapat dikelabui dengan bahan lain yang kandungan nitrogennya tinggi. Padahal, terdapat cara-cara lain untuk analisis protein selain dengan penentuan kandungan nitrogen, yang dalam kasus seperti ini perlu dilakukan.

Kedua, pengetahuan tentang bahaya penggunaan bahan aditif makanan harus diberikan ke semua lini, terlebih yang terlibat dalam produksi makanan. Keinginan mendapat keuntungan lebih besar, yang mungkin dipadukan dengan ketidaktahuan, ternyata berdampak amat besar.

Dalam skala yang berbeda dan melibatkan bahan yang berbeda, di sekitar kita banyak kasus seperti ini, misalnya kasus boraks, formalin, dan sebagainya. Saya yakin ”keuntungan” yang didapat dari tindak seperti ini tidak akan dapat membayar kerugian yang diakibatkannya, apalagi sampai hilangnya nyawa bayi-bayi tak berdosa.

*ISMUNANDAR, Guru Besar Kimia di FMIPA ITB

Sumber : http://kompas.com/

Sebuah mesin pencari kimia yang baru dipaksa merubah namanya dari “Chmoogle” menjadi “eMolecules” setelah adanya tekanan dari mesin pencari raksasa Google.

“Ini bukan permasalahan siapa yang benar atau salah, tetapi siapa yang memiliki kantong lebih tebal,” kata salah seorang pendiri eMolecules dan CEO Klaus Gubernator. “Walaupun kami begitu yakin kami memiliki nama merek yang sah, dan pengacara kami mendukung hal ini, namun kami tidak mau menghabiskan waktu dan tenaga untuk masalah hukum yang berlarut-larut.”

eMolecules meluncurkan mesin pencari Chmoogle-nya pada November 2005, dengan tujuan “untuk menemukan, merangkum dan mengindeks semua informasi publikasi kimia di dunia, dan menyajikannya ke publik”. Salah satu kelebihan khusus mesin pencari ini adalah memungkinkan para kimiawan untuk melakukan pencarian berdasarkan struktur kimia. “Cukup gambarkan sebuah molekul dengan menggunakan fasilitas menggambar yang telah disediakan secara online dan tekan Go,” papar Gubernator.

Tetapi perubahan nama eMolecule menjadi “Chmoogle” langsung menimbulkan reaksi dari Google dengan menghubungi perusahaan tersebut dan memintanya untuk menghentikan menggunakan nama Chmoogle. Google mengklaim bahwa nama tersebut, beserta desain website Chmoogle, cukup mirip dengan Google dan desainnya bisa menyebabkan para pengguna salah prasangka dan membuat mereka berpikir bahwa ada hubungan antara kedua mesin pencari ini.

eMolecules merespon bahwa situs Chmoogle-nya sama sekali tidak memiliki kemiripan dengan situs Google, dengan perbedaan fungsionalitas, hal subjek, dan pengguna target. Meski demikian, pada tanggal 22 Mei Google mengajukan sebuah gugatan resmi terhadap nama Chmoogle yang diusulkan, dengan memaksa e-Molecules mengganti nama tersebut dan alamat situs mesin pencari-nya menjadi eMolecules.

Dalam sebuah pernyataan, Google menyatakan bahwa mereka “akan mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencegah timbulnya kesalahpahaman para pengguna situs dan melindungi namanya”.

Google juga menyebutkan bahwa tujuan Chmoogle bersilangan dengan misinya untuk “mengorganisir informasi dunia dan membuatnya terjangkau secara universal dan bermanfaat”. Tetapi eMolecules tetap menentang dalam menghadapi kompetisi yang potensial ini. “Jika Google ingin mencoba cheminformatics, itu adalah sebuah persaingan yang akan kami sambut dengan baik,” kata Craig James, salah satu pendiri dan pimpinan staf teknologi eMolecules. (Mesin pencari kimia Chmoogle/eMolecules bisa diakses di www.emolecules.com) sumber :http://www.rsc.org/chemistryworld/

;;